kembang

Selasa, 27 Desember 2011

cerpen

Peradilan Rakyat

Cerpen Putu Wijaya
Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.

"Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini."

Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung.

"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?"
Pengacara muda tertegun. "Ayahanda bertanya kepadaku?"
"Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung
tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini."
Pengacara muda itu tersenyum.
"Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku."

"Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu."

Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa.

"Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri."

Pengacara tua itu meringis.
"Aku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita bisa bicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu Keadilan."
"Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!"
Pengacara tua itu tertawa.
"Kau sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!" potong pengacara tua.
Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maaf.

"Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, "jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini."

Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang.

"Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog."
"Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya."

"Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.

Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang.

Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini."

Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan.

"Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya."

"Lalu kamu terima?" potong pengacara tua itu tiba-tiba.
Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran.
"Bagaimana Anda tahu?"

Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata: "Sebab aku kenal siapa kamu."

Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.
"Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."

Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti.
"Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?"
"Antara lain."
"Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku."
Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu.
"Jadi langkahku sudah benar?"
Orang tua itu kembali mengelus janggutnya.

"Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
"Bukan juga karena uang?!"
"Bukan!"
"Lalu karena apa?"
Pengacara muda itu tersenyum.
"Karena aku akan membelanya."
"Supaya dia menang?"

"Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku."
Pengacara tua termenung.
"Apa jawabanku salah?"
Orang tua itu menggeleng.

"Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang."

"Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan."

"Tapi kamu akan menang."
"Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang."

"Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini."

Pengacara muda itu tertawa kecil.
"Itu pujian atau peringatan?"
"Pujian."
"Asal Anda jujur saja."
"Aku jujur."
"Betul?"
"Betul!"

Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
"Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?"

"Bukan! Kenapa mesti takut?!"
"Mereka tidak mengancam kamu?"
"Mengacam bagaimana?"
"Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?"

"Tidak."
Pengacara tua itu terkejut.
"Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?"
"Tidak."
"Wah! Itu tidak profesional!"
Pengacara muda itu tertawa.
"Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!"
"Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?"
Pengacara muda itu terdiam.
"Bagaimana kalau dia sampai menang?"
"Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!"
"Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?"
Pengacara muda itu tak menjawab.
"Berarti ya!"
"Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!"

Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya.

"Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok."
"Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut."

"Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?"

"Betul."
"Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.

Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional."

Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
"Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia."

Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan.

"Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional."
"Tapi..."

Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam."

Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik.

"Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai."

Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.

Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.

"Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku," rintihnya dengan amat sedih, "Aku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?" ***

Rabu, 14 Desember 2011

Resep Cookie Ikan Teri



                  Resep Masakan - Resep Cookie Ikan Teri



Bahan:

  • 200 gr margarine
  • 2 butir kuning telur
  • 250 gr tepung terigu
  • 50 gr tepung maizena
  • 1/4 sdt baking powder
  • 100 gr teri nasi, goreng, tumbuk halus
  • 1 butir kuning telur, untuk olesan
  • 100 gr teri nasi, goreng, tumbuk kasar untuk taburan
  • 4 buah cabai merah, buang bijinya, potong dadu kecil
Cara memasak:
  • Campur terigu, maizena dan baking powder. Ayak, sisihkan.
  • Kocok mentega hingga lembut, masukkan kuning telur satu per satu, kocok hingga rata
  • Masukkan campuran terigu sedikit demi sedikit sambil diaduk, tambahkan teri nasi yang ditumbuk halus kedalamnya. Aduk rata.
  • Ratakan adonan dengan ketebalan 0,3 cm , cetak dalam bentuk segitiga
  • Susun adonan diatas loyang yang telah diolesi margarine.
  • Olesi adonan dengan kuning telur, taburi dengan teri nasi dan cabai merah di bagian tengahnya.
  • Panggang dalam oven dengan suhu 150 derajat celcius selama 35 menit hingga matang. Angkat dan sajikan.

Resep Masakan - Resep Ayam Hainan






                                    Resep Masakan - Resep Ayam Hainan

Bahan:

  • 4 buah (80 gr) paha ayam
  • 2 cm jahe, haluskan
  • 2 buah daun bawang, iris-iris
  • 2 sdm minyak wijen
  • 3 sdm kecap ikan
  • 1/2 sdt merica bubuk
  • 1 sdt garam
  • 1 liter air untuk merebus
Bahan Nasi:
  • 700 gram beras
  • 2 cm jahe, haluskan
  • 4 siung bawang putih, haluskan
  • 500 ml kaldu ayam
  • 2 sdm kecap ikan
  • 2 sdm minyak wijen
  • 1 sdt garam
Cara membuat:
  • Tusuk-tusuk daging ayam dengan garpu atau ujung pisau yang lancip
  • Lumuri ayam dengan kecap ikan dan jahe yang sudah dihaluskan. Diamkan selama 30 menit.
  • Rebus ayam dalam air mendidih. Tambahkan kecap ikan, merica dan garam. Masa dengan api kecil hingga empuk.
  • Tambahkan daun bawang. angkat. celup ayam dalam air es, angkat, tiriskan. Olesi ayam dengan kecap iklan dan minyak wijen.
  • Nasi: Panaskan minyak, tumis jahe dan bawang putih hingga harum. Masukka beras, aduk rata.
  • Tambahkan kaldu ayam, kecap ikan, minyak wijen dan garam
  • Masak dengan api kecil hingga menjadi adonan
  • Kukus adonan sampai matang. Angkat. Sajikan nasi dengan ayam hainan

RESEP NASTAR

ananastart 4 Resep Nastar Keju


RESEP NASTAR

Nastar keju merupakan jajanan yang banyak dipakai untuk menjamu tamu. Apalagi pada saat lebaran, natal dan tahun baru. Sebagian besar para penjamu menyediakan nastar keju untuk menjamu para tamunya. Kue dengan bahan dasar keju ini rasanya sangat gurih enak dan hm……….
Resep Bahan Nastar Keju :
  • 175 gram margarin
  • 3 kuning telur
  • 150 gram keju edam parut
  • 1/4 sendok teh garam
  • 175 gram tepung terigu, ayak
  • 30 gram tepung maizena
  • 1 kuning telur untuk olesan (boleh ya boleh tidak, tergantung selera)
  • 25 gram keju cheddar, parut untuk taburan (boleh ya boleh tidak, tergantung selera)
Selai nanas :
  • 1 buah nanas, parut
  • 125 gram gula pasir
  • 5 butir cengkih
  • 3 cm kayu manis
Cara membuat Nastar Keju :
  1. Selai nanas : parut nanas, masak bersama gula pasir, cengkih, dan kayu manis hingga mengering, angkat.
  2. Siapkan loyang pipih, olesi dengan margarin, sisihkan.
  3. Kocok margarin hingga mengembang, masukkan dan terus kocok hingga mengembang.
  4. Masukkan tepung terigu dan tepung maizena, aduk rata. Tambahkan keju edam dan garam, aduk rata hingga menjadi adonan yang dapat dibentuk.
  5. Ambil 1 sendok teh adonan. isi dengan selai nanas, bentuk bulat, taruh di atas loyang, beri jarak, olesi dengan kuning telur dan taburi keju cheddar parut.
  6. Panggang dalam oven dengan temperatur 160° selama 15 menit hingga matang.
  7. Dinginkan, setelah dingin simpan dalam stoples kedap udara.

Selasa, 13 Desember 2011

resep martabak

MARTABAK MANIS


martabak-manis
                                                          martabak-manis
Bahan
  • 250 gram tepung terigu
  • 375 ml santan hangat
  • 150 gram gula pasir
  • 2 butir telur
  • 1 sendok the ragi instant
  • ¼ sendok teh soda kue
  • Taburan menurut selera:
  • kacang tanah sangrai, kupas, cincang
  • wijen sangrai
  • gula pasir
  • cokelat/meses
  • susu kental manis
  • selai buah
cara membuat
  • masukkan ragi kedalam santan hangat, aduk sampai larut dan berbuih, sisihkan.
  • Campur tepung dan gula, buat lubang ditengahnya, masukkan telur didalamnya. Uleni sambil dituangi santan, sampai gula larut, masukkan soda kue, uleni kembali sampai tercampur rata. Biarkan +/- 15 menit ditempat hangat.
  • Panaskan wajan martabak, dan olesi margarine. Tuang adonan kedalamnya sampai naik, sebelum permukaannya mengering, masukkan bahan taburan,lipat 2, angkat, potong sesuai selera.

monera

Monera (Archaebacteria dan Eubacteria)

Pada tahun 1938, seorang ahli biologi dari Amerika Serikat bernama Hebert Copeland mengelompokkan semua makhluk hidup bersel tunggal (uniseluler) yang tidak memiliki intisel (nukleus) lalu mengelompokannya ke dalam Kingdong Monera atau saat ini disebut Kingdom Prokariota.

Selain tidak memiliki selaput nukleus, anggota kelompok tersebut juga tidak memiliki struktur sel terspesialisasi yang lain seperti , ;isosom, vakuola kontraktil, dan badan golgi. Pada kelompok ini hanya ada materi genetik dan organel penyusun protein atau ribosom. Semua bakteri termasuk ke dalam kelompok prokariota.
Lalu Carl Woose pada tahun 1990, Seorang ahli mikrobiologi dari Amerika Serikat, membagi bakteri ke dalam dua kelompok (subkingdom). Yaitu Subkingdom Archeabacteria (Archea) dan Subkingdom Eubacteria (bakteri). Sebelum dibagi menjadi dua oleh Carl Woose dikelompokan menjadi dua yaitu bakteria dan eukariota yang terdiri dari jamur, tumbuhan dan hewan.
Mengapa Subkingdom Archea dikelompokkan ke dalam kelompok yang sama dengan bakteria?
Karena Archea dan bakteri sama – sama tidak mempunya inti sel (nukleus). Dan apabila dilihat mengguna mikroskop tubuh Archea dan bakteri memang tampak memiliki penampilan yang sama. Tetapi, keduanya memiliki perbedaan yang mecolok dalam hal struktur dan komposisi dinding sel, struktur dan komposisi mebran plasma, cara ergerak, materi genetik, kebutuhan nutrisi, hasil perwarnaan dan bentuk koloninya.
Bukti yang laiinya yaitu bahwa Archea memiliki hubungan yang lebih dekat dengan eukariota dinadingkan dengan bakter. Artinya StrukturArchea yang unik tidak di kelompokan kedalam prokariota maupun eukariota. Dengan demikian ilmuwan mengusulkan agar makhluk hidup tersebut dikelompokan kedalam domain baru, yaitu domain Archea
Archea dapat kita temukan di lingkungan yang terbatas dan dilikungan yang ekstrim (seperti di sumber air panas, air laut yang kadar garam yang yang tinggi, di dasar laut). Sebaliknya bakteri hidup di lingkungan yang tersebar luas mereka hidup pada lingkungan beroksigen atau tida beroksigen. Tetapi pada dasarnya Archea dan Bakteri pada dasarnya memiliki syarat utama lingkungan hidup yang sama, yaitu mereka hanya dapat hidup pada lingkungan yang berair dan lembap. Kesamaan lain dari Archea dan bakteri adalah memiliki ukurang sel yang sangan kecil.